This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 29 April 2013

ARTI SHALAT TAHAJJUD

Arti Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud artinya adalah Shalat sunnat yang dikerjakan pada waktu malam sesudah bangun tidur,
Shalat diwaktu malam hanya dapa disebut shalat tahjjud, apabila dikerjakan sesudah bangun tidur malam, walaupun tidurnya baru sebentar.
Shalat tahajjud sedikitnya dikerjakan dalam dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.


Kamis, 25 April 2013

EVALUASI PROGRAM KERJA


Didalam konsep dasar, pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya sistimatis untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (behavior) para karyawan melalui proses belajar. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan knowledge, skills, atau behaviors, agar para karyawan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari.
Juga sering kita dengar bahwa memang pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ataupun menutup jurang atau gap dari kompetensi yang disayaratkan oleh posisi tersebut dengan realita kompetensi dari karyawan, namun sering juga kita dengar bahwa setelah training, karyawan tidak bisa memperlihatkan suatu perkembangan kearah yang lebih baik.
Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kita harus memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Pada bagian ini, kita akan memberikan gambaran mengenai aktifitas apa yang dilakukan terkait denga evaluasi program training. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu program training ataupun pengembangan yang diberikan harus tepat untuk karyawan dan situasinya. Sehingga ini akan membuat menjadi lebih efektif dan tepat guna, bila juga melihat kepada:
1. Potensi Individu.
2. Gaya belajar individu.
3. Pengembangan individu secara keseluruhan.
Program training tidak hanya memfokuskan kepada suatu kualifikasi spesifik saja, namun lebih kearah pengembangan individu karyawan, dimana digunakan pendekatan yang fleksibel dan berbasis individual daripada pendekatan yang paternalisktik traidisional (baik secara design, pemberian dan evaluasi trainingnya). Aspek vital dari evaluasi training adalah sejauh mana training tersebut memberikan efek kepada peserta. Umpan balik adalah sangat penting bagi kita untuk mengetahui kemajuan dari peserta, dan dengan evaluasi training, hal ini sangatlah krusial untuk menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri dari peserta.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan. Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.
Bentuk Evaluasi Training Dari berbagai bentuk ataupun model evaluasi training yang ada, umumnya yang sering digunakan oleh perusahaan yaitu Model KirkPatrick.
Model KirkPatrick, dimana evaluasi training dilakukan dengan 4 pilihan level, yaitu:
1. Level Satu - Reaksi : Mengukur kepuasan peserta meliputi aspek-aspek yang ada di program tersebut seperti topik, pembicara/pelatih, kualitas program, dan kecocokan material yang disajikan. Peserta akan melengkapi form evaluasi / survey. Survey membuktikan 85 – 89% perusahaan menggunakan cara level 1 untuk evaluasi training mereka.
2. Level Dua - Pembelajaran : Mengukur kecukupan dari ilmu yang diserap oleh peserta sepanjang training termasuk skill dan profesionalisme yang lebih baik. Cara yang digunakan adalah exam, pengujian diri sendiri, pengujian aktif, contoh simulasi, studi kasus, uji praktek, dan sekitar 37 – 41% organisasi menggunakan cara ini.
3. Level Tiga - Perilaku : Mengukur sampai sejauh mana telah terjadi perubahan dari behavior (sikap/tingkah laku) dari peserta. Cara yang digunakan adalah evaluasi 360 derajat, jadi dilakukan survey formal terhadap skill dan kompetensi peserta sebelum training dan setelah training, dapat menggunakan metoda pelaksanaan planning, grup fokus, dan program penugasan. Survey dilakukan oleh customer, supervisor dan kolega (karyawan yang satu level dengan peserta). Antara 12 – 17% perusahaan mengevaluasi program training mereka dengan cara level 3.
4. Level Empat - Hasil : Mengukur impak dari training terhadap keuntungan perusahaan (profitability), produktifitas, kualitas kerja, penjualana, turnover dan pengeluaran (expenses), hanya sekitar 7% organisasi yang menerapkan cara ini. Reaksi, didefinisikan sebagai bagaimana tanggapan peserta terhadap program training tersebut. Pembelajaran, suatu tingkatan dimana peserta secara tertulis diuji untuk dapat mengetahui sejauh mana materi training telah diterima oleh mereka. Perilaku, ditujukan untuk mengukur perubahan sikap kerja dalam kegiatan sehari-hari. Hasil digunakan untuk mengetahui seberapa besar program pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Selain dari 4 level ini, sebenarnya ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu mengukur keberhasilan suatu training dari sudut pandang ROI atau ROTI (Return on Training Investment). Menurut beberapa lietratur yang ada, teknik ROTI ini merupakan teknik yang terbaik dikarenakan teknik tersebut dinilai paling ebyektif dibanding ke empat kriteria lainnya karena dominasi unsur kuantitatif pada metode tersebut. ROTI merupakan suatu ukuran yang diperoleh oleh suatu organisasi setelah jangka waktu tertentu atas investasi suatu program pelatihan. ROTI dihitung berdasarkan etimasi atau suatu data terhadap baiaya ataupun keuntungan atas program training. Tujuannya yaitu agar unit bisnis dapat mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif agar dapat meningkatkan kinerja dan keberhasilan suatu organisasi.
Namun demikian, tidak ada satu cara terbaik untuk mengevaluasi suatu training. Yang dapat dan penting dilakukan hanyalah berusaha mengumpulkan secara lengkap data sebelum dan/atau sesudah pelatihan agar dapat mengevaluasi program training secara akurat. Selain itu faktor biaya; tujuan training; waktu yang tersedia; dan tingkat ketepatan yang diharapkan juga menjadi suatu pertimbangan dalam memilih design evaluasi training.

By : Ari Munanto

Manusia


MANUSIA
Manusia merupakan mahluk Tuhan yang dibekali oleh potensi belajar yang sangat besar. Tidak seperti binatang yang belajar melalui proses meniru, manusia dapat belajar melalui proses yang lebih beragam dan kompleks seperti membaca atau mendengarkan. Belajar bukan merupakan pilihan untuk manusia, tetapi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sejak masa awal kehidupan untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya.
Sebagai karyawan kita dituntut pula untuk terus belajar, meningkatkan kompetensi agar dapat bertahan dan berkembang memenuhi tuntutan bisnis yang terus berkembang dengan pesat. Belajar bukan merupakan pilihan, tetapi telah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk tetap dapat bersaing dalam dunia tenaga kerja dan bisnis.
Pemenuhan kebutuhan untuk belajar dapat dipenuhi dengan berbagai cara dan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar. Belajar dapat dilakukan disela–sela pekerjaan kita dengan cara browsing materi dari internet, berbagi ilmu sesama rekan kerja (knowledge sharing) atau sesederhana bertanya kepada rekan kerja tentang masalah pekerjaan. Pemenuhan kebutuhan akan ilmu melalui belajar ternyata tidak cukup karena manusia perlu aktualisasi diri melalui karya nyata. Hal ini berarti manusia perlu untuk mengamalkan apa yang telah dipelajarinya. Begitu juga kita sebagai karyawan perlu untuk mengimplementasikan apa yang telah kita pelajari di pekerjaan kita sehari–hari.
Belajar tanpa beramal bagai mengasah pisau sampai sedemikian tajamnya tetapi pisau tersebut tidak pernah digunakan untuk memotong. Tidak ada manfaat yang dapat diberikan pisau tersebut meski dia bisa jadi sangat bermanfaat. Sedangkan beramal tanpa ilmu bagaikan memotong dengan pisau yang tumpul, sangat tidak efisien baik dari sisi tanaga dan waktu untuk memotong. Sedangkan beramal dengan ilmu bagai memotong dengan pisau yang tajam, efektif dan efisien. Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dalam belajar sehingga ilmu yang kita pelajari dapat kita amalkan secara optimal.
Ada alasan lain kenapa kita perlu untuk mengamalkan atau mengimplementasikan apa yang telah kita pelajari. Umumnya manusia akan lupa atas apa yang dia pelajari. Oleh karenanya, sebaiknya kita mengamalkan ilmu yang kita miliki sesegera mungkin sebelum kita lupa. Semakin sering kita mengimplementasikan ilmu kita di pekerjaan sehari–hari, semakin kecil kemungkinan kita menjadi lupa atas apa yang kita pelajari. Bahkan semakin sering kita mengimplementasikannya, semakin ahli kita dengan ilmu kita.
Setelah kita mengimplementasikan apa yang kita pelajari, sebaiknya kita berbagi ilmu atau pengalaman untuk menyempurnakan pembelajaran kita. Tidak seperti berbagi uang, berbagi ilmu tidak akan mengurangi ilmu yang kita punya, bahkan berbagi dapat menambah ilmu yang kita punya. Sebenarnya berbagi ilmu dengan rekan kerja dapat dilakukan kapan saja, asal ada niat dan usaha. Contoh paling mudah adalah dengan mengirim email tentang artikel atau materi yang sekiranya diperlukan oleh rekan kita di pekerjaannya. Bisa pula dilakukan dengan menyediakan waktu atau media khusus untuk saling berbagi ilmu, seperti mengadakan sesi knowledge sharing di sela–sela pekerjaan. Yang penting dari proses berbagi ilmu ini adalah menciptakan lingkungan kerja yang menstimulus orang–orang untuk sadar akan pentingnya belajar dan mendorong mereka untuk belajar dan saling berbagi ilmu dalam setiap kesempatan untuk meningkatkan kompetensi mereka sendiri dan rekan kerja mereka. Belajar saja tidak cukup, kita perlu mengamalkan apa yang kita pelajari. Mengamalkan apa yang kita pelajari ternyata belum cukup pula, karena kita perlu berbagi atas apa yang kita pelajari dan kita amalkan. Setelah kita melakukan ketiga hal tersebut; belajar, beramal dan berbagi, maka mungkin kita bisa disebut: Manusia Pembelajar, Karyawan Pembelajar. Saya pelajari, saya tau… Saya amalkan, saya paham… Saya bagi, mereka tau… Mereka amalkan, mereka paham… Mulailah belajar dari diri Anda, dari hal yang sederhana, dan mulailah dari sekarang…

By : Anggana Sufriadin