Didalam konsep dasar, pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya sistimatis untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (behavior) para karyawan melalui proses belajar. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan knowledge, skills, atau behaviors, agar para karyawan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari.
Juga sering kita dengar bahwa memang
pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ataupun menutup jurang atau
gap dari kompetensi yang disayaratkan oleh posisi tersebut dengan realita
kompetensi dari karyawan, namun sering juga kita dengar bahwa setelah training,
karyawan tidak bisa memperlihatkan suatu perkembangan kearah yang lebih baik.
Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kita harus memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Pada bagian ini, kita akan memberikan gambaran mengenai aktifitas apa yang dilakukan terkait denga evaluasi program training. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu program training ataupun pengembangan yang diberikan harus tepat untuk karyawan dan situasinya. Sehingga ini akan membuat menjadi lebih efektif dan tepat guna, bila juga melihat kepada:
1. Potensi Individu.
Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kita harus memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Pada bagian ini, kita akan memberikan gambaran mengenai aktifitas apa yang dilakukan terkait denga evaluasi program training. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu program training ataupun pengembangan yang diberikan harus tepat untuk karyawan dan situasinya. Sehingga ini akan membuat menjadi lebih efektif dan tepat guna, bila juga melihat kepada:
1. Potensi Individu.
2.
Gaya belajar individu.
3.
Pengembangan individu secara keseluruhan.
Program training tidak hanya memfokuskan
kepada suatu kualifikasi spesifik saja, namun lebih kearah pengembangan
individu karyawan, dimana digunakan pendekatan yang fleksibel dan berbasis
individual daripada pendekatan yang paternalisktik traidisional (baik secara
design, pemberian dan evaluasi trainingnya).
Aspek vital dari evaluasi training adalah sejauh mana
training tersebut memberikan efek kepada peserta. Umpan balik adalah sangat
penting bagi kita untuk mengetahui kemajuan dari peserta, dan dengan evaluasi
training, hal ini sangatlah krusial untuk menumbuhkan dan mempertahankan
kepercayaan diri dari peserta.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan. Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan. Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.
Bentuk Evaluasi Training
Dari berbagai bentuk ataupun model evaluasi training yang
ada, umumnya yang sering digunakan oleh perusahaan yaitu Model KirkPatrick.
Model KirkPatrick, dimana evaluasi training dilakukan dengan 4 pilihan level, yaitu:
1. Level Satu - Reaksi : Mengukur kepuasan peserta meliputi aspek-aspek yang ada di program tersebut seperti topik, pembicara/pelatih, kualitas program, dan kecocokan material yang disajikan. Peserta akan melengkapi form evaluasi / survey. Survey membuktikan 85 – 89% perusahaan menggunakan cara level 1 untuk evaluasi training mereka.
Model KirkPatrick, dimana evaluasi training dilakukan dengan 4 pilihan level, yaitu:
1. Level Satu - Reaksi : Mengukur kepuasan peserta meliputi aspek-aspek yang ada di program tersebut seperti topik, pembicara/pelatih, kualitas program, dan kecocokan material yang disajikan. Peserta akan melengkapi form evaluasi / survey. Survey membuktikan 85 – 89% perusahaan menggunakan cara level 1 untuk evaluasi training mereka.
2.
Level Dua - Pembelajaran : Mengukur kecukupan dari ilmu yang diserap oleh
peserta sepanjang training termasuk skill dan profesionalisme yang lebih baik.
Cara yang digunakan adalah exam, pengujian diri sendiri, pengujian aktif,
contoh simulasi, studi kasus, uji praktek, dan sekitar 37 – 41% organisasi
menggunakan cara ini.
3.
Level Tiga - Perilaku : Mengukur sampai sejauh mana telah terjadi perubahan
dari behavior (sikap/tingkah laku) dari peserta. Cara yang digunakan adalah
evaluasi 360 derajat, jadi dilakukan survey formal terhadap skill dan
kompetensi peserta sebelum training dan setelah training, dapat menggunakan
metoda pelaksanaan planning, grup fokus, dan program penugasan. Survey
dilakukan oleh customer, supervisor dan kolega (karyawan yang satu level dengan
peserta). Antara 12 – 17% perusahaan mengevaluasi program training mereka
dengan cara level 3.
4. Level Empat - Hasil : Mengukur impak dari training terhadap keuntungan perusahaan (profitability), produktifitas, kualitas kerja, penjualana, turnover dan pengeluaran (expenses), hanya sekitar 7% organisasi yang menerapkan cara ini. Reaksi, didefinisikan sebagai bagaimana tanggapan peserta terhadap program training tersebut. Pembelajaran, suatu tingkatan dimana peserta secara tertulis diuji untuk dapat mengetahui sejauh mana materi training telah diterima oleh mereka. Perilaku, ditujukan untuk mengukur perubahan sikap kerja dalam kegiatan sehari-hari. Hasil digunakan untuk mengetahui seberapa besar program pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4. Level Empat - Hasil : Mengukur impak dari training terhadap keuntungan perusahaan (profitability), produktifitas, kualitas kerja, penjualana, turnover dan pengeluaran (expenses), hanya sekitar 7% organisasi yang menerapkan cara ini. Reaksi, didefinisikan sebagai bagaimana tanggapan peserta terhadap program training tersebut. Pembelajaran, suatu tingkatan dimana peserta secara tertulis diuji untuk dapat mengetahui sejauh mana materi training telah diterima oleh mereka. Perilaku, ditujukan untuk mengukur perubahan sikap kerja dalam kegiatan sehari-hari. Hasil digunakan untuk mengetahui seberapa besar program pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Selain dari 4 level ini, sebenarnya ada
satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu mengukur keberhasilan suatu
training dari sudut pandang ROI atau ROTI (Return on Training Investment).
Menurut beberapa lietratur yang ada, teknik ROTI ini merupakan teknik yang
terbaik dikarenakan teknik tersebut dinilai paling ebyektif dibanding ke empat
kriteria lainnya karena dominasi unsur kuantitatif pada metode tersebut. ROTI
merupakan suatu ukuran yang diperoleh oleh suatu organisasi setelah jangka
waktu tertentu atas investasi suatu program pelatihan. ROTI dihitung
berdasarkan etimasi atau suatu data terhadap baiaya ataupun keuntungan atas
program training. Tujuannya yaitu agar unit bisnis dapat mengalokasikan sumber
daya yang ada secara efektif agar dapat meningkatkan kinerja dan keberhasilan
suatu organisasi.
Namun demikian, tidak ada satu cara
terbaik untuk mengevaluasi suatu training. Yang dapat dan penting dilakukan
hanyalah berusaha mengumpulkan secara lengkap data sebelum dan/atau sesudah
pelatihan agar dapat mengevaluasi program training secara akurat. Selain itu
faktor biaya; tujuan training; waktu yang tersedia; dan tingkat ketepatan yang
diharapkan juga menjadi suatu pertimbangan dalam memilih design evaluasi
training.
By : Ari Munanto
By : Ari Munanto
0 komentar :
Posting Komentar